Saturday, November 28, 2009
Saturday, November 7, 2009
The cult of Meor
By RIZAL JOHAN
As a social-conscious artiste, Meor is vital voice.
He is a busker. A writer. A singer. A guitar player. A recording artiste. A father. A citizen. Meor Yusof Aziddin is all these things.
Some people know him as a Malay folk singer-songwriter who spent his early days busking at Central Market in Kuala Lumpur and who was even hauled up by the authorities for singing in the streets a few years ago.
Others, especially the younger generation of folk musicians and fans, have come to know this otai (old timer) because of his songs and his prolific career in music.
He is also known for being one of the earliest proponents of the underground folk scene, who shied away from the mainstream and made album-after-album with a tactician of a guerilla – lo-fi production and self-distribution.
The fringe has been Meor’s playground for years but instead of obscurity, the 41-year-old has discovered that the fringe, now more than ever, is the place to be.
It’s been an extremely productive year for Meor, who recently launched a new album, book and appeared in Rahmat Haron’s short film, Al-Fatehah Memali. Releasing an album is not unusual for Meor who already has six albums to his name.
Some of the more appreciated lyrics of our generation are those of Meor, including the stirring albums Itu Padang ... Aku DiSitu and Aku & Bulan.
This new album, however, is quite a departure for the folk artiste.
Entitled Dari Rakyat Untuk Rakyat (From The People For The People), it is Meor’s first electric effort complete with a backing band. The 10-track album is also socio-politically charged featuring lyrics by Hishamuddin Rais, Pyanhabib, Abdullah Jones and Rahmat Haron, among others.
“This is my biggest project to date,” said Meor in an interview.
“I asked my friends to contribute the lyrics and the themes are more about humanity than anything else. From there, I wrote the music for it and if they were happy with the accompanied music to their lyrics, then we kept the songs to be recorded later.”
The album was recorded at ISEEKMUSIC Studio in Subang Jaya, Selangor, in June. The studio belongs to Mokthar Rizal, the former drummer of Seven Collar T-Shirt who also served as Meor’s new album’s co-producer.
On the album, Meor took up duties for vocals, electric and acoustic guitar while the band consisted of Kunjai (bass), Ahmad Zahir (drums), Alia (keyboards) and Shafiq (cello).
“It’s great working with Mokhtar,” said Meor. “I am very happy with the album. It sounds really good for an independent production.”
Though the album is, as Meor described it, “politics for the people”.
The mood of the album is more humorous than serious. A fine example is the opening track I.S.A. (Ikut Suka Aku – loosely translated as Do As I Please), a mid-tempo reggae tune which questions the need for the Internal Security Act and the meaning of freedom.
It gets even funnier with the following track, Bapakku Seorang YB (My Father Is A VIP), which talks about corruption and cronyism.
Meor had already shown his knack for writing accompanying music to lyrics with his last album, Sakrat, which featured poems by Amirul Fakir.
He also contributed music to an anthology of A. Samad Said’s poems,Rindu Ibu, which he completed just before undertaking Dari Rakyat Untuk Rakyat.
Meor had started this project last year when he was based in Ipoh. He then relocated to Kuala Lumpur this year to concentrate fully on music and started his own events company, CRG-Communication, and began giving private guitar lessons.
“The new album is under CRG and it is fully independent. You won’t find my album in music retail shops. I am taking this opportunity to compete against the mainstream and to give buskers out there a chance to have their material recorded. My future plans with this company is to produce and publish music by buskers. I want to give buskers a chance,” said Meor about his company’s focus.
Besides music, other avenues have opened up for the singer-songwriter. Just last weekend, Meor’s book, Sembang Tepi Jalan, was officially launched and it consists of a series of articles he had written for the online portal, tokeikedai.net.my.
Meor also had time to star in the short film, Al-Fatehah Memali, directed by painter Rahmat Haron about the Memali incident in Kedah in 1985. He was contacted by Rahmat about a month ago and was asked to be part of the film.
“Rahmat is a fan and the short film uses my music. I play myself in the film and it’s about the journey we took to Memali and the songs written are dedicated to that incident.”
The short film was part of the recent Freedom Film Festival programme.
Meor, however, is unfazed by all the attention. Right now he is busy practising for the three-day KL Sing Song Festival 2009 which starts tonight at the Annexe Gallery, Central Market in Kuala Lumpur.
The fest, which features independent singer-songwriters, is now in its fifth year and Meor has been a constant participant since its inception.
“I’ve been performing there since it started and everytime they organise the festival, they invite me to play. The festival has grown over the years and it keeps getting bigger and bigger everytime. It’s such a major event now,” he said.
Meor takes the stage tomorrow night ... and as usual, without the fuss and hype.
> For a copy of Meor’s new album and book, contact 012-590 1798. Browse pestajiwa.net. Meor plays the KL Sing Song 2009 festival at the Annexe in Central Market, KL tomorrow night at 8.30pm.
Thursday, October 29, 2009
Sekitar Malam Pelancaran Album DRUR, 17 Oktober 2009
Sunday, October 18, 2009
BERNYANYILAH DARI HATINURANI*
Malam ini saya rasa seniman coba mengimbangi kuasawan. Kita lebih melakukannya dengan kata-kata berbeda dengan kuasawan yang selalu melakukannya melalui dana.
Kata-kata selalunya “mengkhayalkan” sementara dana “memungkinkan”. Biar apapun peranannya, malam ini, peranan seniman mungkin lebih untuk sekedar “menyedarkan.” Terlalu ramai kuasawan yang terlupa, khususnya kuasawan yang sedang benar-benar berkuasa.
Tema utama kita tampaknya ialah “Dari Rakyat ke Rakyat”. Tapi, sebenarnya kita ingin berdialog dengan pemimpin—kita bercakap saja sesama sendiri, sesama rakyat.
Sebenarnya, kita menyanyi.
Dipercayai atau tidak sebuah lagu biasanya sebuah suara batin—suara dari batin—kejujuran dari batin. Dan malam ini, kejujuran dari batin coba menghantar reslitas masakini melalui lagu atau melodi yang lama terganggu. Ia penuh dengan rintih dan jerit; bisik dan raong. Tapi, isinya berlegar seputar ketidakadilan yang sedang berterusan—kepincangan masalalu (Fatehah Memali) dan ketimpangan masakini (Ikut Suka Aku—ISA).
Lagu-lagu sebondong ini terkadang tidak begitu melodius—lirik lebih nyaring daripada musik. Tapi, itulah kehidupan sebenar—real dan kasar—realitas yang sentiasa tidak melodius; yang melodius selalunya adalah khayalan.
Sebanyak 10 lagu terhimpun dalam album pedih ini, tapi kelahirannya memang petanda jujur bahawa masih terus ada duri siksa dalam masyarakat kita. Seniman membantah kepincangan ini.
Tentu saja akan ada setengah kuasawan yang menganggap bahawa album ini adalah serpihan propaganda. Benar juga—ia propaganda, tapi suara yang tulen. Ada propaganda melalui cogankata yang mendadak—cogankata (tahu-tahulah sendiri) yang sangat nyaring (atau memang dinyaringkan) kerana semua media utama (yang citak, yang letronik)—patuh (terkadang melampau) menjeritkan propaganda itu.
Ada bedanya antara propaganda institusi gergasi dengan propaganda jerit insan kecil. Yang perama sangat berazam diguruhkan; yang kedua sekedar berharap suaranya terdengar.
Di sinilah terletaknya album “Dari Rakyat ke Rakyat” oleh Meor Yusof Azidin (pada tempat-tempat tertentu disokong Black dan Rahmat Haron). Lagu-lagu dalam album ini adalah pesanan jujur (atau setingginya jeritan jujur) dari batin seniman yang sedang terdera—tersiksa oleh realitas hidup yang mendendangkan suara-suara bombas yang terlalu berat sebelah. Dan ingat, “pelampau” memang perlu diwaraskan. Keras yang buas perlu dilembuti tangan yang berhemah.
Lagu “Ikut Suka Aku—ISA” ini memang dengan mudah diselar sebagai propaganda politik kontemporer; sebaliknya, ia sebenarnya adalah jeritan masakini yang memang masih terus mendera.
Begitu juga lagu “Fatehah Memali” mudah diselar sebagai propaganda berhasrat. Padahal ia adalah jeritan semula masalalu yang tertimbus—atau ditimbus oleh kuasa lalu yang sangat gamam. Pemangsaan tidak pernah tidur nyenak; ia terpaksa bangun mewaraskan pemangsaannya. Makanya, lagu “Fatehah Memali” membangunkan yang tidur supaya dapat sama-sama mencari kejernihan, bukan meneruskan kekeruhan.
Sangat lama, malah sedang terus, kita didesak percaya bahawa insan Memali “gila”, kerajaannya yang waras ketika tercetusnya peristiwa. Jentera propaganda Kerajaan terlalu menekan dan menghukum ketika itu. Tapi, sekarang ini, generasi mudanya mula berupaya melahirkan iklim baru—yang salah wajar diperiksa. Mereka mencari kejernihan, bukan meneruskan kekeruhan.
Memangpun pada malam ini secara berdikit dan jujur, generasi muda ini ingin meluhurkan semula perjuangan. Masakini bukan lagi sepenuhmnya hak generasi lalu; masakini adalah lebih hak generasi kini.
Sokonglah “Dari Rakyat ke Rakyat.” Bernyanyilah dari hatinurani; bukan dari keangkuhan diri.—A. SAMAD SAID.
17 Oktober 2009.
catatan SampahSeni:
-Fatehah Memali dalam teks ini merujuk kepada lagu Syuhada Memali, lirik Amin Iskandar.
-Dari Rakyat Ke Rakyat merujuk kepada album Dari Rakyat Untuk Rakyat
Lagu ganti demonstrasi jalanan
Jimadie Shah Othman (Malaysiakini) Okt 18, 09 6:20pm |
Jika desakan terhadap pemansuhan Akta ISA sebelum ini dilihat sinonim dengan demonstrasi jalanan, pendekatan terbaru Gerakan Mansuhkan ISA (GMI) melalui nyanyian dan persembahan pentas mungkin boleh mengubah persepsi itu.
Malam tadi, seorang penyanyi folk berbakat besar, Meor Yusof Aziddin mengambil inisiatif melagukan kritikan pedas terhadap akta itu di atas pentas GMI.
"Fitnah, kau lontarkan tohmahan kau/kaupalitkan arang ke mukaku/apakah ertinya maruah di bawah fahaman kau/apakah ertinya hak di bawah telunjuk kau?" demikian senikata lagu ISA (Ikut Suka Aku) dipetik.
Dalam album Dari Rakyat untuk Rakyat (DRUR), Meor - penyanyi indie yang aktif dengan persembahan jalanan (baskin) - didokong beberapa penulis popular seperti Hishamudin Rais, Pyanhabib, Abdullah Jones dan Rahmat Haron yang tampil menyumbangkan lirik.
Beraksi hanya di sebuah dewan orang ramai di Kuala Lumpur malam tadi, program GMI kali ini berbeza sekali dengan pendekatan sebelumnya yang sering menganjurkan pidato politik yang berapi-rapi.
Di hadapan kira-kira 100 penonton yang hadir, Meor berjaya menyampaikan mesej tersiratnya dengan santai melalui dendangan lagu-lagu berentak catchy, antaranya, ISA (Ikut Suka Aku), Bapakku Seorang YB, Rakyat Bersatu dan Shuhada Memali.
Album propaganda
Sasterawan Negara A Samad Said, ahli parlimen ADUN Hulu Klang Saari Sungib, pengerusi GMI Syed Ibrahim Syed Noh dan penyair terkenal Dinsman turut hadir.
"Saya mahu meraikan pandangan rakan-rakan yang menulis lirik-lirik sebegini. Saya berkongsi pandangan dengan mereka. Selama ini tidak ada album sebegini dibuat.
"Kalau kita buka radio, hanya lagu-lagu yang sama juga dimainkan," kata anak kelahiran Perak itu.
Menurutnya lagi, setelah menghasilkan enam album, inilah kali pertama beliau merasa berpuas hati dengan hasil karyanya.
"Saya rasa inilah yang saya hendak lakukan. Ia selari dengan perkembangan semasa," kata peminat P Ramli itu.
DRUR memuatkan sepuluh lagu dan diterbitkan secara Do It Yourself (DIY) oleh pencipta dan penyanyinya sendiri. Buat masa ini, DRUR boleh didapati dengan menghubungi pengedarnya di talian 012-5901798.
Friday, October 16, 2009
T-Shirt DRUR
Sempena pelancaran album DRUR malam ini di Dewan MPAJ, AU2 pada pukul 8.00 malam ini, CRG Communication mengeluarkan T-Shirt DRUR.
Stoknya terhad. Terdapat dalam pelbagai warna seperti hitam, oren dan ungu.
Harga RM 30. Siapa cepat dia dapat.
Jumpa malam ini di Dewan MPAJ Au2!
Friday, October 9, 2009
Pelancaran Album DRUR
Majlis pelancaran album Dari Rakyat Untuk Rakyat (DRUR) oleh Meor Yusof Aziddin akan diadakan oleh CRG Communication dengan kerjasama Adun Hulu Kelang, YB Shaari Sungib dan Gerakan Mansuhkan ISA (GMI):
Tarikh: 17 Oktober 2009
Tempat: Dewan Serbaguna AU2, Taman Sri Keramat, Keramat.
Masa: 8.30 - 12 malam.
Majlis pelancaran ini akan mempersembahkan dokumentari "Al-Fatehah Memali", karya Rahmat Haron.
Selain daripada itu, ianya akan turut dimeriahkan oleh Datuk A. Samad Said, Kumpulan D Palang, Nik Binjidan, Amin Iskandar dan ramai lagi. Ada beberapa nama yang akan diumumkan kemudian.
Sila catatkan di kalender anda.
Jangan terlepas peluang untuk menghadiri program ini!
CRG Communication
Monday, October 5, 2009
Terima kasih daun keladi...
Seorang peguam yang sedang meningkat naik namanya turut membantu mempromosikan album DRUR. Klik disini. Penulis lirik "Bapaku Seorang YB" turut mengiklankan album DRUR disini.
Updates
Abdullah Jones, salah seorang penyumbang lirik dalam album DRUR turut membantu mempromosikan album DRUR. Klik disini. Begitu juga seorang sahabat dari Teluk Intan yang secara kebetulannya bernama Meor juga disini.
Anda bila lagi?
Posting Asal
Kawan-kawan dari beberapa laman web dan blog telah membantu mengiklankan album DRUR. Terima kasih daun keladi kami ucapkan.
Diantaranya ialah laman web Malaysia Today disini, Perak Express, Laman Marhaen, Tranungkite dan lain-lain lagi.
Tidak lupa juga kepada blog-blog seperti Sampahseni, Nikbinjidan dan blog-blog yang telah berjanji untuk membantu untuk mempromosikan album seperti Penarik Beca dan Tukar Tiub.
Diharapkan, penulis lirik lagu "Bapaku Seorang YB", Yang Berbahagia saudara Pyanhabib akan turut membantu mengiklankan album DRUR oleh kerana blog beliau amat popular masakini.
Sekali lagi, terima kasih daun keladi.
CRG Communication
Sunday, October 4, 2009
DRUR telah berada dipasaran
Didalam album ini, terdapat 10 buah lagu seperti :
1) I.S.A (Ikut Suka Aku)
2) Bapakku Seorang YB
3) Sampai Bila
4) Rakyat Bersatu
5) Membenarkan Kebodohan
6) Awas Api Perempuan Ini (a.A.P.I)
7) Kejalan Lagi
8) Raungan Anak Belantara
9) Lagu Aman, Lagu Damai
10) Shuhada Memali.
Kesemua lagu dicipta oleh Meor Yusof Aziddin. Lirik disumbangkan oleh beberapa pihak seperti:
1) Amer Hamzah Arshad
2) Pyanhabib
3) Meor Yusof Aziddin
4) Hishamuddin Rais
5) Abdullah Jones
6) Rahmat Haron
7) Ubi Lepih
8) Amin Iskandar
Harga album ini adalah RM 20.
Bagi yang ingin membeli melalui pos, sila klik disini untuk keterangan lanjut.
Harga CD yang dipos bagi dalam negara adalah RM 25 (termasuk kos penghantaran) dan bagi luar Malaysia, harganya RM30 (termasuk kos penghantaran).
Terima kasih kepada semua pihak yang terlibat.
Salam dari,
CRG Communication
Wednesday, September 30, 2009
Al-Fatehah Memali: Jadual Tayangan dan Tempahan Pas Masuk Percuma
1) No Silver Lining: The Perak Crisis
2) Kayuh
3) Al Fatehah Memali
4 malam minggu:
Sabtu, 3 Oktober 2009, 7 mlm - 10 mlm, Annexe, Central Market, KL.
Sabtu, 10 Oktober 09, 8 mlm - 10 mlm, Han Chiang College, Pulau Pinang.
Sabtu, 24 Oktober 09, 8 mlm - 10 mlm, Sek. Men Chung Hua No. 1, Kuching, Sarawak.
Sabtu, 31 Oktober 09, 8 mlm - 10 mlm, Tropical Inn, Johor Bharu, Johor.
untuk pertanyaan, sila emel ke:
freedomfilmfest@komas.org
atau telefon 017-3749887, dgn maklumat berikut:
1. Nama
2. no. tel. dan emel
3. judul filem/ waktu sesi yg ingin ditonton
4. jumlah pas yg ingin didapatkan
5. Di negeri mana (KL, Pulau Pinang, JB, atau KUCHING)
Bonus:
Untuk tayangan di Kuala Lumpur pada 3 Oktober 2009 ini, Meor akan membuat persembahan pembukaan.
Tiga lagu dari album DRUR akan dimainkan. Rugi kalau tak datang!
Kelas Gitar CRG
Kami menawarkan pelajaran-pelajaran seperti basic guitar, chord progression, finger picking, plucking, solo dan pelbagai lagi.
Kelas akan diajar oleh Meor Yusof Aziddin yang lebih mesra dengan penggilan Meor. Beliau telah bermain gitar selama lebih 25 tahun.
Anda pasti akan merasa kelainan apabila belajar bersama kami. Tak percaya? Cubalah datang.
Jika ada yang berminat, sila hubungi Meor di 012-590-1798 atau email beliau di meor67@yahoo.com.
Remembering Memali: a Freedom Film Fest 2009 Competition winner
Past winners of the Freedom Film Festival (FFF) Film Competition include some stellar work. Look at Fahmi Reza's rousing Sepuluh Tahun Sebelum Merdeka, which explores a pre-Independence independence movement so buried most of us didn't know it existed.
Don't know whether the 2009 winners are any good, yet - but they certainly look intriguing. The poet, artist and dreadlocked Rahmat Haron's Al-Fatehah Memali, for example, has a great premise: it's a memorial of the 1985 Memali Massacre, through the eyes of two singer-songwriters.
Hang on. Memali?
Pay attention: on 19 November 1985, hundreds of police personnel, under then- Home Minister Tun Musa Hitam, laid siege to Memali, Kedah, on the grounds that a deviant Islamic sect, lead by one Ibrahim Mahmud, had infected the village.
The authorities wanted to arrest Ibrahim - a scholar who had previously appeared on national television to lecture on Islamic matters - under the Internal Security Act (ISA). He resisted. Revered by the local population, the confrontation between the police and Ustaz Ibrahim's followers ended in bloodshed: 14 civilians and 4 policemen dead.
Sound interesting? We got Rahmat to tell us more about his film:
~
Where did the idea for Al-Fatehah Memali come from? Why, out of the many forgotten Malaysian histories, choose Memali in particular?
I still remember watching RTM, when I was 8 years old, on that day. The images were so strong. They made me think: why were there heavy police deployments, with armoured vehicles, M-16s, the FRU? Were Ustaz Ibrahim Libya (as he was known) and the villagers of Memali so dangerous?
The government accused them of being deviant Islamic militants who wanted to overthrow the government. But this was without evidence. The police wanted to arrest Ibrahim under the ISA - as if there's no other way to detain him but to use the ISA. That means the government of that time had no valid reason to charge him in an open, free and fair trial.
Does your film intend to address the fact that so little of us know what happened there?
For me, I'm looking at Memali from the human rights perspective. The fact is they were not only religious martyrs, but martyrs who died in defence of human rights and democracy - to oppose ISA, even they have to sacrifice their own lives in the hands of the powerful.
There has been no Truth and Reconciliation Commission for the incident. There was a Parliamentary White Paper and an RTM1 documentary about the event - to present official versions as the only truth. The court case following the massacre was settled out of court, after they wanted to subpoena Tun Dr Mahathir Muhamad. The family of the 14 who died were given some RM20,000 - that was the price of their dignity.
Looking at Memali again will test the seriousness of the Najib administration - or any future administrations - that pledge to serve the interest of the people.
Why is the film angled from the perspective of singer-songwriters Meor and Black?
For me, this was the easiest way to put things together. They are my personal friends and I'm a big fan of them. Black wrote a song about Memali, titled Syuhada Memali. Meor composed the music. I like this song very much.
Even though the song was already completed before the idea of Al-Fatehah Memali came about, in this film I'm trying to tell the story of how Black and Meor unraveled the incident, while composing their song.
In the course of making this film, you spoke to residents of Memali. What was the most interesting personal story that you heard, while working on the film?
The story told by Puan Solehah Husin, the wife of Ustaz Ibrahim Libya. She told us about what happened, moments after Ustaz Ibrahim was shot. She didn't get emotional while telling us the story, at all - without a single teardrop.
I think that was amazing. Maybe her religious convictions taught her to be patient and calm. If I was a survivor of that event, I'd be crying and howling about all those grievances.
~
(Want to hear Puan Solehah's story? Al-Fatehah Memali premieres at Freedom Film Fest 2009 on Saturday, 3 October, 7pm, at The Annexe Gallery in Central Market. The FFF's KL leg runs from 2 to 4 October.)
Friday, September 25, 2009
D.R.U.R....
Setelah lama menunggu dan menunggu,melalui proses demi proses,kesana sini mencari duit untuk bikin album..akhirnya siaplah D.R.U.R..Dijangka siap untuk diedarkan pada 3hb 10 2009.Rakaman dibikin di ISEEKMUSIC STUDIO..Milik saudara Mokhtarizal,yang terletak di Subang Jaya.Edaran sepenuhnya dilakukan secara D.I.Y..jadi kita akan cergas bergerak untuk rangka-rangka promosi dan program dalam jangkamana yang terdekat.3hb 10 juga Meor terlibat dalam program Freedomfilm Fest,yang akan berlangsung di Annexe,Pasar Seni.Dan album D.R.U.R ,album-album Meor yang lainnya,Black dan Nik akan dijual disana.Nik baru saja mengeluarkan album barunya C4-LPPK...Album Black juga 'Hentikan Perang Sekarang'masih dijual..Semua stock CD boleh didapatkan melalui SMS Rahmat Haron(019-6492772) atau email sampahseni@gmail.com,Black(amin@aminiskandar.com) dan Meor sendiri(0125901798) atau email meor67@yahoo.com.harga jualan rm 20..Untuk penghantaran melalui pos boleh dibuat melalui email meor67@yahoo.com..Sila sertakan alamat untuk diposkan..Untuk kos penghantaran melalui Pos,kita menggunakan sistem perkhidmatan POS EKSPRESS.Kos penghantaran termasuk charge pos..rm 25(Malaysia) dan rm 30 jika diluar Malaysia.
Caranya bank in kan duit ke akaun :
MEOR YUSOF AZIDDIN MEOR HASSAN
CIMB:14410078931526
Sekian,terimakasih atas sokongan kawan-kawan semua
Meor Yusof Aziddin
Friday, September 18, 2009
Salam Aidilfitri dari CRG Communication
Ada satu berita baik kepada semua, Album Dari Rakyat Untuk Rakyat (D.R.U.R) akan berada dipasaran selepas raya ini. Sekarang didalam proses mixing dan mastering. Nantikanlah.....
Datu lagi, pelancaran album juga akan dianjurkan pada minggu pertama bulan Oktober. Kami akan meklumkan lokasi dan tarikhnya selepas confirm.
Dalam menyambut lebaran tahun ini, anda dinasihatkan menyimpan duit sekurang-kurangnya RM 20. Ini agar anda masih berpeluang untuk mendapatkan album D.R.U.R selepas raya ini.
Akhir kata, Selamat Hari Raya Aidilfitri dan Maaf Zahir Batin kepada semua dari CRG.
Amin Iskandar,
Penerbit Eksekutif D.R.U.R.
Sunday, September 6, 2009
Jemputan Persembahan
Wednesday, September 2, 2009
Album D.R.U.R
Dijangka selepas raya ini, album ini akan menemui rakyat di pasaran. Terima kasih tidak terhingga kepada kawan-kawan yang membantu dari mula lagi sehingga hari ini (selepas siap album, kami akan namakan pendana-pendana yang memberikan bantuan).
CRG Communication akan memasarkan album D.R.U.R ini dengan kerjasama beberapa badan lain seperti Gerakan Mansuhkan ISA (G.M.I).
Selamat berpuasa dari CRG Communication kepada semua!
Saturday, July 25, 2009
TERBARU DARI CRG!!
Sementara itu produk terbaru kami!!
Album khas terbitan/nyanyian Meor nukilan puisi Sasterawan Negara A. Samad Said sudah terbit!
Cuma RM10 (tak termasuk kos penghantaran)
dan juga album Nikbinjidan! Dengarkan suara jantan macho Nik!
juga RM10!
Wednesday, July 8, 2009
demonstrasi kartun!
Selasa 7 Julai KulupSakah ( ketika melukis kartun menyamar pula dengan nama Ronasina )bersama kartunis reformasi terkenal Zunar dan Jonos, penulis Syafiqsunny telah dijemput ke Sekolah Agama ILMI Taman Kosas Ampang untuk membuat demonstrasi kartun dan mengajar asas melukis kartun.
Sambutan cukup menggalakkan.
Sabtu 11 Julai kami akan ke Rumah Bakti Titiwangsa pula..
Tuesday, July 7, 2009
malamsenirakyat: sebuah catatan peribadi!
wajar rasanya aku buat catatan ni kerana pilot project kami ni mencatat kejayaan yang cukup manis. Seperti kata Dalyanoon, "PUAS!" sampai kami tak de selera malam tu. Kenyang rohani!..Sebenarnya Pn. Sham lah yang memutar semua ni. Dari proposal dan susun budget, cari dana, meyakinkan Adun Kajang YB Cikgu Lee untuk menjadi penganjur bersama, menempah hotel, menggantung banner hinggalah menyusun kerusi. Ina uruskan catering. Kehadiran kawan2 sukarelawan seperti Dalyanoon, Rodzi Jawaher, Firdaus meringankan beban. Rosli, Syakir dan Nazri ( bertugas jadi drebar Pak Samad) serta geng2 Akil gantung banner sekitar Kajang, Hulu Langat dan Bangi.
6.30 ptg: budak sekolah ni melompat gembira nampak Pyanhabib dan nak ambil gambar. "Saya memang minat Pyanhabib. Btulke Pak Samad ada malam ni?"..dan budak ni terus stay dengan baju sekolahnya sampai malam.
geng blogger Network: MatSamanKati, Sya Reformis datang menyokong. Anje DugongDarat dan Sam Ahmad pun turut bersama rombongan.
Suboh Balakong (kanan sekali) menyingsing lengan membantu jual t-shirt dan CD Meor, Nik dan Black yang licin licau! Yang kiri (cacat penglihatan) dan tengah tu geng Isham Rais bermotosikal dari JB ikut jalan kampung semata2 nak tengok show ni. Aku terharu macam nak nangis!
Sempat bikin filim. Actioooonnn!!! kata director Rahmat Haron.
Babak Black dan Meor berlatar belakangkan Bangunan UMNO..tih tih tih!
Ina (incas katering) dan Rodzi Jawaher memaksa Pyanhabib mengikat banner tambahan depan dewan
Dalyanoon join sebagai sukarelawan tenaga kerja posing dengan Nik dan Pyanhabib.
Khalayak yang hadir, 200 kerusi tak cukup
kat atas bilik teknikal pun penuh!
sebagai MC, 5 minit awal aku mencari rentak dan mood penyampaian..
uncle Hee Kai, otai Kajang sengaja aku jemput kerana dia selalu menyanyi setiap kali berjumpa dengan aku. Lagu itulah "Bersatu Reformasi" dengan tiupan harmonikanya. Lagu yang senikatanya diubahsuai sedikit mengikut arus zaman ini pernah dinyanyikannya pada tahun 1956 di Old Port Kallang, Singapura sewaktu perhimpunan 100ribu menuntut kemerdekaan.
Sengaja aku letakkan Nik pada awal persembahan kerana aku tahu keupayaan Nik menghangatkan suasana yang masih sejuk. Nik berjaya malam tu..(siap pakai spek oo!). "Bersiaplah Untuk Sebuah Revolusi" dan "Nyanyian Para Malaikat"
Black dengan "Revolusi 48" dan anthem "Burhanuddin Helmi".
Aku tengok ramai yang tertarik mengambil foto bayang Rahmat sedang membaca sajak panjang bertajuk 'Petroleum". Memang cantik! Rahmat kena taruk dalam blog dia sebgai satu karya artistik!
Aku mengaku menSMS SB yang bertugas malam tu mengawasi seorang peminat fanatik yang mungkin di bawah pengaruh alkohol duduk di tepi tangga pentas. Aku khuatir dia merosakkan majlis. Sebaik saja Rahmat habis membaca sajak, dia sujud ke arah Rahmat.
Aku tak pernah jumpa Mei Chern sebelum ni walaupun dia berkolaborasi di dalam album DRUR Meor. Malam tu sekuntum bunga cina ini nyanyi lagu ciptaannya "Do You see me like You" dan AWAS API Perempuan itu (dedikasi untuk Shamsiah Fakeh) lagu Meor puisi Rahmat Haron
Hishamuddin "TukarTiub" Rais gegar dewan dengan stand up comedynya. Kah Kah Kah! (gelak dia)..kami sedikit berbincang kerana kami sama2 minat buat stand up comedy. Ruang kosong ni patut diisi dan dibangunkan kerana katanya penonton lebih terbuka menerima sesuatu yang panas dalam keadaan mereka ketawa. Mamat yang mabuk tadi mula sedikit bising setiap kali Hisham bagi punch dia akan sahut "f**k off!", "f**k off!"..mujurlah dia blah lepas tu. Ada yang kata dia menjerit kat luar! Pelik!
Nak kata apa lagi pasal Pyanhbib? "Apa khabar Samy Vellu apa khabar tol-tol di lebuhraya?" aku ingat sajak ni ada dalam filem Rozana Cinta 87 dan semestinya sajak "Bapakku Seorang Waibi" menggamatkan dewan.
Meor tenangkan dewan dulu dengan "Lagu Aman Lagu Damai" ciptaannya dan lirik Ubilepih. (Doa untuk ayah Ubi yang sakit, kalau tidak dia mesti datang dan saksikan detik ini). Nik juga tampil semula dengan lagu Terang Bulan sementara Black nyanyi "Anak bangsa Malaysia"
YB Kajang, Cikgu Lee Kim Sin sebenarnya dah baca sajak mula-mula acara tadi tapi sekali lagi bangun mengiringi Pak Samad dan baca sajak untuk Pak Samad yang dikarangnya spontan.
hohoho! Sasterawan Negara Datuk A. Samad Said bikin khalayak terpukau dengan salah satu sajaknya "Peludah Bahasa".
lagu akhir malam tu, lagu panas yang selalu diminta walaupun album tak keluar lagi.."Syuhada Memali" dan "ISA".
Gua puas, Sham puas. YB tersengih lebar! terus rakamkan gambar dengan kawan2 dan yang lain2. Aku gembira Nora Reformis yang dah lama tak jumpa hadir dengan blogger Anuar Md. Nor (dulu web UMNO Reform), zaid, Arip, kak N dan abang Bad GMI, Hasni Abas s/u Gerakan anti PPSMI, Jasadbeku, otai Manjung, lawyer muda Fad dan Puspa pun ada..syafiqsunny AnwarIbrahimClub juga ada.
..rehat selepas show. Pyan barangkali sedang menunggu adik comotnya datang.
Letih tapi puas. Aku sekeluarga tidur hotel terdekat kerana awal paginya aku terpaksa hantar Pak Samad naik komuter pulang. Ceh! Apa yang lebih menyeronokkan dapat bersarapan pagi dengan pak Samad dan isteri? Pak Samad seronok program malam tu berjaya, khalayak tak cabut awal malah terus setia hingga habis. Pak Samad juga bangga ramai anak muda begini!
Aku seronok kerana dapat sepentas dengan mereka seperti dua hari sebelumnya aku sepentas dengan IR Nizar.
Saturday, July 4, 2009
Malam Seni Rakyat di Kajang
Diambil dari sini.
Siri kedua program merakyatkan seni berjaya diadakan malam tadi di Kajang. Kehadiran yang memberansangkan meransangkan lagi keinginan untuk mengadakan program ini ditempat-tempat lain.
Insyaallah…sekiranya keadaan politik negara mengizinkan…program sebegini akan menemui rakyat disetiap pelusuk tanahair.
Amin Black dengan Meor membuat promo diluar dewan beberapa jam sebelum program bermula.
Nik menyampaikan lagu “Revolusi” diawal persembahan.
Mei Chern menyampaikan dua buah lagu. “do you see me like you?” yang mengisahkan tentang perjuangan menjaga alam sekitar, dan sebuah lagu bertajuk “Api”, yang mengisahkan perjuangan seorang wanita bernama Shamsiah Fakeh.
Rahmat Haron menyampaikan sebuah sajak panjang berjudul “Petroleum”
Hishamuddin Rais bercerita tentang kisah-kisah politik semasa.
Pyanhabib mendapat tepukan bergemuruh dari penonton dengan sajak yang berjudul “Bapa ku seorang YB”
Lagu yang paling diminati masa kini, “I.S.A” disampaikan oleh Meor, Nik, Rahmat, Kulup Sakah dan Amin Black.
Star of the night…Pak Samad Said dengan sajak-sajak tentang perjuangan mememartabatkan bahasa Melayu.
Cikgu Lee juga sempat menyampaikan sebuah puisi khas untuk Pak Samad.
Diantara penonton malam tadi.